Memasuki tahun 2012, khalayak ramai disuguhkan sebuah berita tentang keberhasilan anak negeri membuat kendaraan roda empat yang diberi nama "Esemka". Walikota Solo Joko Widodo bahkan menggunakan mobil produksi cah solo ini sebagai mobil dinasnya. Dari bentuk fisiknya, mobil ini tidak kalah dengan mobil-mobil asal Jepang lainnya. Sekilas mobil "Esemka" ini mirip dengan Toyota Rush ataupun Daihatsu Terios. Juga diberitakan merek Esemka ini akan memproduksi varian lainnya .
Kehebohan kabar ini bukan pada spesifikasi atau kecanggihan dari pada kendaraan ini. Namun lebih pada produsennya. Esemka merupakan karya dari anak-anak yang menuntut ilmu pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Surakarta. Ini bagaikan menampar industri otomotif nasional. Ternyata tak seperti dibayangkan perlu teknologi yg canggih dan pabrik super modern yang serba otomatis untuk menghasilkan sebuah mobil. ABG pun bisa.
Berbagai komentar dan apresiasi pun mengalir. Dari keraguan atas keandalan sampai optimisme kebangkitan industri mobil nasional pun diungkapkan oleh banyak pihak. Presiden SBY sendiri secara langsung mengapresiasi prestasi ini. Memang bukan hal mudah untuk memproduksi mobil nasional seperti Esemka secara massal dan menguntungkan. Banyak hal yang mendasar harus dibenahi mulai dari jaminan kualitas hingga kebijakan industri.
Pelajaran Bagi Aceh
Bagi saya prestasi anak SMK 2 Surakarta (atau lebih sering disebut Solo) ini membukakan mata bahwa anak-anak baru gede yang masih berseragam putih abu-abu mempunyai potensi untuk melakukan hal-hal yang inovatif. SMK selama ini dianggap sebagai sekolah menengah kelas dua yang hanya dimasuki oleh siswa-siswa minim prestasi dan nakal. Asumsi ini memberi pengaruh pada animo orang tua untuk memasukkan anaknya ke sekolah keterampilan ini. Ditambah dengan gambaran pekerjaan alumninya sebagai montir di bengkel-bengkel honda dengan pakaian berselemak oli.
Aceh saat ini mempunyai beberapa SMK dan SMK termegah yang dibangun adalah kompleks SMK yang berada di Lhoong Raya, tepat di depan Stadion Sepak Bola. Kompleks yang terdiri dari gabungan 3 SMK ini dibangun dengan dana bantuan Pemerintah Jerman. Aspirasi dari pembangunan ini berasal dari pengalaman Jerman pasca Perang Dunia kedua dimana salah satu faktor kebangkitan Jerman saat itu ditopang oleh ketersediaan tenaga terampil untuk membangun kembali industrinya yang hancur lebur oleh perang. Hasilnya terbukti bahwa Jerman sekarang menjadi negara dengan industri teknologi tinggi paling kompetitif di dunia saat ini meskipun krisis ekonomi eropa tengah melanda. Hal ini bisa dilihat dari minimnya tingkat outsourcing atau relokasi industri dari Jerman ke negara-negara berkembang yang mempunyai keunggulan komparatif.
Keberadaan SMK ini juga sangat relevan dengan keinginan Pemerintah Aceh untuk mentranformasikan sektor ekonomi Aceh dari basis pertanian ke industri. Wakil Gubernur Muhammad Nazar kerapkali meng-advokasi bahwa transformasi ini seharusnya diikuti oleh komposisi lulusan antara sekolah menenah umum dan kejuruan dapat lebih berimbang untuk menjamin pasokan sumber daya manusia bagi industri. Memang tidak mudah untuk membangkitkan industri di Aceh. Ia membutuhkan perbaikan dan penyesuaian sistemik yang melibatkan mulai dari pendidikan, kebijakan hingga kondisi pasar.
Dari segi fasilitas pendidikan, banyak peralatan-peralatan yang canggih disediakan ketika masa rehabilitasi dan rekonstruksi namun beberapa informasi menyatakan bahwa fasilitas canggih tersebut tidak optimal termanfaatkan. Salah satu kendalanya adalah ketersediaan guru yang terampil. Ada anekdot bahwa di SMK jurusan permesinan banyak terdapat guru sejarah mesin. Alih-alih mengajar praktek menggunakan mesin secara benar, sang guru lebih banyak menceritakan asal-usul mesin tersebut. Upgrade atau peningkatan kualitas guru teknik perlu di benahi. Program beasiswa Aceh juga seharusnya memprioritaskan peningkatan SDM dibidang ini.
Selain itu animo untuk masuk ke SMK juga perlu ditingkatkan. Kesan kumuh dan tidak elit alumni SMK perlu ditepis. Tidak bisa saja dengan iklan SMK yang sudah dilakukan diberbagai media namun ketersediaan lapangan kerja dan produk-produk inovasi perlu dirangsang sehingga masyarakat dapat melihat secara langsung dan ini merupakan iklan yang paling efektif. Pemerintah dapat melakukan rangsangan-rangsangan ini dengan melakukan kompetisi-kompetisi kreatif yang sesuai dengan trend industri saat ini. Selain itu keterpaduan antara pasar tenaga kerja yang dipengaruhi oleh kebijakan (policy driven labor market) dan pendidikan juga perlu ditingkatkan sehingga terjadi link and match antara pendidikan dan lapangan kerja.
Selain itu pelibatan industri juga sangat krusial. Dalam kasus Mobil Esemka, kerjasama siswa SMK 2 Surakarta dengan salah satu pengusaha otomotif lokal (Kiat Motor) adalah tulang punggung keberhasilan ini. Bahkan tanpa campur tangan pemerintah. Namun logika sektor swasta bahwa ia hanya tertarik apabila kerjasama tersebut menghasilkan keuntungan. Karena itu pemerintah perlu mengarahkan pendidikan dan produk inovatif yang dihasilkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasar. Ketika pendidikan dan pasar tenaga kerja telah terhubungkan secara baik maka pemerintah tak perlu pusing lagi memikirkan cara memberi kerja kepada masyarakat, bahkan menjadi kestabilan pemerintahan itu sendiri baik secara politik dan finansial.
Sudah saatnya kita berbenah. SMK dan Politeknik bahkan Universitas serta sektor swasta harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kebijakan pengembangan industri Aceh. Bersama kita bisa.
Kekumuhan di bekas Geunta Plaza akan hilang setelah dibangunan bangunan modern di atasnya.
BalasHapus