Kondisi
ketenagakerjaan Februari 2012 di Aceh dilaporkan tidak terlalu menggembirakan.
Berita Resmi Statistik BPS Aceh (7 Mei 2012) menyebutkan terjadi penambahan
pengangguran sebanyak 15,4 ribu orang dan tingkat pengangguran terbuka dicatat
7,87 persen. Angka terakhir ini meningkat dari periode Agustus 2011 yang hanya
7.43 persen. Peningkatan tingkat pengangguran mungkin disebabkan oleh efek
musiman dari pekerjaan di sektor pertanian yang menjadi penyerap lebih separuh
tenaga kerja Aceh. Jika dilihat rekaman tingkat pengangguran Aceh secara
tahunan -meskipun menurun- kecenderungannya menyiratkan kekhawatiran. Jurang
tingkat pengangguran antara Aceh dan rerata nasional makin menganga lebar.
Laporan Perkembangan Ekonomi Aceh edisi November 2011 mencatat selisih antara
tingkat pengangguran Aceh dan Nasional pada tahun 2007, 2009 dan 2011 berturut-turut adalah 0,5 ; 1,2 dan 1,5 (lihat
grafik). Tren ini menyimpulkan terjadi perlambatan penurunan tingkat
pengangguran di Aceh relatif terhadap nasional.
Dari
sudut pandang ekonomi, pengangguran adalah sebuah kemubaziran. Berbagai potensi
sumber daya alam (kapital) tidak bernilai tambah ekonomi karena sumber daya
manusia tidak berkerja. Dari sisi sosial, pengangguran juga merupakan faktor
utama dari ketidak-bahagiaan. Stiglitz, Sen dan Fitoussi (2009) dalam laporan “Measurementof Economic Performance and Social Progress” menyebutkan pekerjaan sangat
berkorelasi positif dengan kualitas hidup karena ia memberikan identitas diri dan
kepercayaan diri dalam pergaulan sosial. Penganggur dilaporkan juga lebih sering
dilanda kesedihan dan stress. Makin lama berada dalam kondisi pengangguran,
akan menyebabkan kehilangan kapasitas dan motivasi untuk berkerja sehingga nantinya
orang yang menganggur dapat menjadi beban bahkan penyakit masyarakat. Begitu pentingnya permasalahan ketenagakerjaan
ini menjadi raison d’etre dari tulisan ini. Bagaimana mempercepat turunnya
angka pengangguran di Aceh?
Pasar Tenaga Kerja
Ada
perbedaan yang mendasar antara pasar barang/komoditas dengan pasar tenaga
kerja. Jika di pasar komoditas biasa, yang menjadi pembeli ada masyarakat umum
sedangkan dalam pasar tenaga kerja masyarakat umum menjadi penjual
tenaga kerja sedangkan pembeli tenaga kerja adalah perusahaan atau pemberi
kerja. Perbedaan ini membutuhkan strategi tersendiri untuk memaksimalkan
masyarakat yang berada dalam angkatan kerja terserap oleh pasar tenaga kerja.
Secara
umum, ada tiga komponen penting yang mempengaruhi ketenagakerjaan, yaitu upah,
pekerja dan pemberi kerja. Upah merupakan sebuah titik temu antara kesepakatan
pekerja dan pemberi kerja/perusahaan terkait dengan pekerjaan. Makin tinggi
upah yang diminta oleh pekerja, makin sedikit pekerjaan yang dapat diberikan
oleh perusahaan. Tingginya upah dapat membuat perusahaan beralih ke pasar
tenaga kerja lain yang mempunyai upah yang rendah. BPS mencatat upah minimum regional
(UMR) Aceh, Sumatera Utara dan Jawa Timur pada tahun 2011 berturut-turut adalah
Rp. 1.350.000,- ; Rp. 1.035.000,- dan Rp. 705.000,-. Tingkat pengangguran pada
Februari 2011 di masing-masing provinsi tersebut adalah 8,27 persen; 7,18
persen dan 4,18 persen. Data BPS diatas mungkin menjadi salah satu penjelasan
mengapa tingkat pengangguran di Aceh masih diatas rerata nasional mengingat UMR
Aceh menempati urutan tertinggi ketiga setelah Papua dan Papua Barat.
Selain
upah yang tinggi, pengangguran yang tinggi dapat juga dikarenakan oleh pekerja yang tersedia tidak sesuai dengan
pekerjaan. Ketidaktersediaan kompetensi di suatu daerah dapat menjadi dis-insentif
bagi investor untuk mendirikan usaha yang dapat menjadi sumber pekerjaan. Di sisi
lain, ketidaksesuaian kompentesi dan pekerjaan akan menyebabkan produktifitas
yang rendah yang akhirnya membuat perusahaan merugi dan hengkang ke tempat
dimana produktifitas pekerjanya lebih tinggi. Menurunnya industri migas Aceh
dan belum tumbuhnya industri non-migas lainnya memberikan tekanan pada sisi
demand. Realisasi investasi yang relatif rendah juga menyebabkan banyak tenaga
kerja tidak terserap sehingga pengangguran menjadi tinggi. Diantara ketiga
komponen tersebut, kiranya rendahnya demand atau pemberi kerja di Aceh
merupakan permasalahan utama yang perlu diselesaikan. Rumitnya, permasalahan
demand ini terkait erat dengan kedua permasalahan sebelumnya yaitu upah dan kualitas
pekerja.
Kebijakan Ketenagakerjaan
Adalah
tidaklah bijak bagi Pemerintah Aceh untuk menurunkan UMR sebagai respons tunggal
untuk menarik lebih banyak perusahaan ke Aceh. Penetapan UMR adalah berdasarkan
kalkulasi biaya hidup secara wajar di Aceh. Karenanya penurunan UMR harus disertai
menurunkan biaya hidup di Aceh. Sudah dimaklumi bersama bahwa harga komoditas
di Aceh banyak yang lebih mahal dibanding daerah lain, contohnya daging sapi. Bahkan mantan Gubernur Irwandy Yusuf pernah mengatakan
bahwa harga daging sapi di Aceh adalah yang tertinggi di dunia. Pemerintah
perlu mengusahakan efesiensi biaya dan pengendalian inflasi sesuai dengan
mekanisme pasar. Inefesiensi dalam hal logistik maupun tata niaga perlu
dikoreksi. Jika permasalahannya adalah di sisi supply maka pemerintah harus
memberi insentif bagi peningkatan produktifitas komoditas. Jika pasokan
komoditas cukup namun harga komoditas tetap mahal maka sistem tata niaga dan
sistem logistik layak menjadi prioritas untuk dikoreksi. Permasalahan UMR akan
menjadi hal yang sepele ketika pasar tenaga kerja Aceh mempunyai kualitas dan
keunggulan spesifik dengan produktifitas yang tinggi.
Aceh
juga perlu mempersiapkan pasokan tenaga kerja yang sesuai dengan pasar. Kejelian
pemerintah dalam memahami perkembangan permintaan pasar tenaga kerja dari waktu
ke waktu menentukan kebijakan yang tepat dalam bidang pendidikan dan
ketenagakerjaan. Skema link and match
atau triple helix yang menghubungkan
antara pemerintah, lembaga pendidikan dan pasar perlu terus ditingkatkan guna
menjamin kompetensi sumber daya manusia yang dihasilkan melalui kebijakan
tersebut diatas sesuai dengan permintaan. Masyarakat pun perlu diberi insentif
melalui diseminasi informasi dan kebijakan lainnya sehingga termotivasi untuk
mempersiapkan dirinya sebagai sumber daya manusia yang andal baik sebagai
pekerja maupun pemberi kerja (entrepreneur).
Pemerintah
Aceh juga perlu membuat Aceh sebagai daerah yang menguntungkan untuk berbisnis.
Konflik yang dulu menjadi alasan utama hengkangnya industri di Aceh kini telah
berakhir. Perdamaian dan stabilitas keamanan perlu terus dipertahankan. Selain itu,
praktek pungli dan ketidakpastian hukum menjadi prioritas utama untuk
dilenyapkan. Hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja harus dijamin
terlaksana secara transparans dan berkeadilan. Produk hukum terkait dengan
ketenagakerjaan harus menjamin kepentingan semua pihak. Ketersediaan infrastruktur
yang memadai dan pekerja yang berkompeten tinggi akan membuat daya tarik Aceh
semakin mempesona sebagai daerah tujuan bisnis. Selain itu, kewirausahaan
perlu distimulir sehingga penciptaan lapangan pekerjaan tidak semata berasal
dari investasi luar daerah namun juga organik yang berasal dari Aceh sendiri.
Apabila ketiga komponen tersebut diatas (upah, pekerja/supply dan pemberi kerja/demand) dapat dikelola dengan baik, maka pada akhirnya perusahaan atau pemberi kerja (demand) akan berbelanja di pasar tenaga kerja Aceh dan menyebabkan lebih banyak pekerja Aceh yang terserap dengan upah yang lebih tinggi. Wallahu ‘a’lam bisshawab.
Mas, dengan UMR tertinggi ke 3 se Indonesia tentu sulit menarik industri untuk bangun pabrik di Aceh. Kalau sapi mahal di Aceh, bukan nya mengindikasikan peluang bisnis sapi di Aceh? Gimana kondisi peternakan sapi di sana?
BalasHapus