Kamis, 10 Oktober 2013

Menanti Lompatan Katak Galus

Kabupaten Gayo Lues merupakan salah satu kabupaten termuda di Aceh sekaligus paling terisolir. Dibentuk pada tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 4 tahun 2002, Negeri Seribu Bukit ini laksana berada di dalam kawah raksasa yang dikelilingi oleh perbukitan yang terjal. Perangkap geografis ini sepertinya mempunyai hubungan dengan indikator pembangunan yang masih rendah di kabupaten yang beribukota Blang Kejeren. Contohnya, capaian indeks pembangunan manusia Gayo Lues merupakan yang terendah di Aceh. Bagaimana strategi Kabupaten Gayo Lues untuk keluar dari keterisoliran dan meningkatkan kinerja pembangunan?

Secara metafora, jika masyarakat Gayo Lues ingin keluar dari kawah keterisoliran, terdapat dua pilihan yang dapat dilakukan yaitu menjadi ulat yang merayap melalui lereng dan dinding perbukitan atau menjadi katak yang melompat tinggi melewati dinding bukit. Dari sisi efektifitas dan efesiensi, kiranya melompat adalah cara yang lebih cepat dan mudah ketimbang merayap melalui perbukitan karena longsoran dinding bukit kerap menjadi batu sandungan yang dapat menunda Kabupaten Gayo Lues untuk melewati dinding keterisoliran. Namun untuk dapat melompat tinggi perlu persiapan yang lebih matang dan kuat terutama mempersiapkan fondasi dan kuda-kuda agar lompatan tidak menabrak dinding bukit.

Economic Leapfrogging : Pilihan Strategi untuk Gayo Lues
Lompatan katak atau leapfrogging merupakan satu istilah dalam pembangunan yang mempunyai arti bahwa proses pembangunan menuju kesejahteraan tidak mengikuti tahapan pembangunan yang secara empiris dapat diamati dari sejarah pembangunan negara-negara maju tua seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa. Economic leapfrogging menjadi strategi pembangunan Israel dan Singapura pada saat kedua negara tersebut baru saja terbentuk. Tentunya konteks hambatan negara tersebut bukanlah physical barrier namun lebih pada political barrier dimana Israel dan Singapura pada saat itu tidak mempunyai hubungan politik yang harmonis dengan negara-negara tetangga yang mengelilingi negara yang berumur relatif muda dan sekarang menjadi maju.

Salah satu yang membuat optimis Gayo Lues berpotensi untuk melakukan lompatan katak ekonomi adalah kemandirian energi yang ramah lingkungan. Pada pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten Gayo Lues  pada tanggal 13 Maret 2013 , Bupati Ibnu Hasyim menyatakan tahun 2016 sebagai tahun mandiri energi dimana seluruh pelosok Gayo Lues akan teraliri listrik dengan kemampuan sendiri melalui pembangunan pembangkit energi terbarukan; yaitu pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Kemandirian ini merupakan sebuah lompatan dari tahapan proses pembangunan konvensional yang mengikuti kurva kuznet dimana pembangunan pada awalnya akan berjalan seiring dengan kerusakan lingkungan hingga pada satu titik balik ketika peningkatan tingkat pendapatan masyarakat berjalan seiring dengan perbaikan kualitas lingkungan. Secara konvensional, daerah atau negara yang baru berkembang cenderung memperoleh energi dari sumber-sumber yang tidak ramah lingkungan seperti batu bara dan bahan bakar fosil lainnya. Jika Gayo Lues berhasil menyediakan energi secara mandiri melalui teknologi yang ramah lingkungan, bisa dikatakan bahwa kabupaten ini telah melakukan lompatan katak pembangunan di bidang energi.

Fondasi Percepatan Pembangunan Ekonomi Gayo Lues
Selanjutnya, pilihan infrastruktur konektivitas yang perlu diprioritaskan adalah jaringan teknologi informasi dan komunikasi. Hambatan geografis tidak mungkin secara mudah dan murah dapat diselesaikan dengan hanya membangun jalan tembus. Kalaupun berhasil, masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat tiba di Gayo Lues. Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak menjadikan keterisolasian geografis sebagai kendala. Aliran dan manajemen informasi yang didukung oleh infrastruktur IT yang baik akan memudahkan investor untuk menentukan kegiatan investasi di Gayo Lues tanpa harus melalui ketidaknyamanan akibat perjalanan yang panjang dan berliku. Pilihan ini sekarang makin menjadi relevan dan mendapatkan momentum karena PT. Telkom baru saja melakukan ground breaking pembangunan jaringan Fiber Optic berkapasitas bandwith 1,6 terabyte sepanjang 515 kilometer yang melintasi kawasan tengah Aceh (SI, 29 Agustus 2013) . Jaringan ini tentunya membuat aliran data dan suara dari dan ke Gayo Lues menjadi sangat cepat dan jernih dan menjadikan kabupaten ini cyberly connected ke dunia global. 

Kondisi landlocked dimana tidak ada persinggungan dengan kawasan pantai membuat ongkos transportasi lebih mahal dalam pengembangan komoditas unggulan. Keterbatasan ini seharusnya menjadi pertimbangan dalam penentuan komoditas unggulan. Pemerintah Gayo Lues sebaiknya memilih komoditas yang bernilai tinggi sehingga rasio ongkos transportasi terhadap nilai jual komoditas tersebut kecil dan menyediakan margin keuntungan bagi masyarakat yang memproduksi komoditas tersebut. Serewangi dan nilam merupakan salah satu contoh komoditas endemik Gayo Lues yang bernilai tinggi. Ditambah ketersediaan energi yang murah membuat ongkos pertambahan nilai komoditas tersebut menjadi rendah. Keuntungan komparatif ini perlu dikelola sehingga memberikan kesejahteraan bagi petani yang pada gilirannya akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup petani dan generasi penerusnya.

Tantangan geografis Gayo Lues memang membutuhkan inovasi dan teknologi yang lebih dibandingkan dengan kebutuhan daerah pesisir jika Gayo Lues ingin sejajar atau lebih baik dari kabupaten lainnya di Aceh, bahkan Indonesia. Untuk menjamin keberlangsungan pasokan inovasi dan teknologi dibutuhkan pengembangan sumber daya manusia yang fokus dan terarah. Alokasi anggaran pendidikan harus menempatkan kualitas pendidikan sebagai prioritas utama. Terhubungnya Gayo Lues dengan dunia internasional melalui infrastruktur IT yang akan dibangun mensyaratkan kualitas pendidikan internasional jika Gayo Lues ingin memanfaatkan kesempatan global. Di tambah dengan kecenderungan masyarakat pedalaman yang mempunyai karakter yang tekun dan teliti, penulis optimis kualitas sumber daya manusia Gayo Lues tidak kalah bersaing dengan daerah maju lainnya jika kebijakan pengembangan sumber daya manusia dilakukan secara tepat.   


Dengan alokasi anggaran otonomi khusus yang relatif besar sebagai konsekuensi dari formulasi pembagian dana yang lebih besar kepada kabupaten/kota yang masih mempunyai indikator pembangunan buruk seperti indeks pembangunan manusia, kemiskinan, luas daerah dan kemahalan biaya kontruksi yang salah satunya diakibatkan oleh hambatan geografis, seyogyanya alokasi fiskal di kabupaten ini diarahkan untuk memantapkan fondasi dan kuda-kuda katak Gayo Lues sebagaimana tersebut diatas untuk dapat melompat tinggi melintasi beberapa tahapan pembangunan  dan tiba pada karakter masyarakat yang  berbasis pengetahuan lebih awal dari kabupaten/kota lainnya sebagaimana visi  Aceh 2025. Bukan tidak mungkin akan lahir produk-produk pengetahuan global dari rimbunnya pohon pinus di perbukitan Gayo Lues seperti lahirnya sistem operasi Linux dari kawasan pinus yang sejuk di Finlandia.Wallahu’alam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar