Kabupaten Gayo Lues merupakan salah satu kabupaten termuda di Aceh
sekaligus paling terisolir. Dibentuk pada tahun 2002 melalui Undang-Undang
Nomor 4 tahun 2002, Negeri Seribu Bukit ini laksana berada di dalam kawah
raksasa yang dikelilingi oleh perbukitan yang terjal. Perangkap geografis ini
sepertinya mempunyai hubungan dengan indikator pembangunan yang masih rendah di
kabupaten yang beribukota Blang Kejeren. Contohnya, capaian indeks pembangunan
manusia Gayo Lues merupakan yang terendah di Aceh. Bagaimana strategi Kabupaten
Gayo Lues untuk keluar dari keterisoliran dan meningkatkan kinerja pembangunan?
Secara metafora, jika masyarakat Gayo Lues ingin keluar dari kawah
keterisoliran, terdapat dua pilihan yang dapat dilakukan yaitu menjadi ulat
yang merayap melalui lereng dan dinding perbukitan atau menjadi katak yang
melompat tinggi melewati dinding bukit. Dari sisi efektifitas dan efesiensi,
kiranya melompat adalah cara yang lebih cepat dan mudah ketimbang merayap
melalui perbukitan karena longsoran dinding bukit kerap menjadi batu sandungan
yang dapat menunda Kabupaten Gayo Lues untuk melewati dinding keterisoliran.
Namun untuk dapat melompat tinggi perlu persiapan yang lebih matang dan kuat
terutama mempersiapkan fondasi dan kuda-kuda agar lompatan tidak menabrak
dinding bukit.
Economic Leapfrogging : Pilihan Strategi untuk Gayo Lues
Lompatan katak atau leapfrogging merupakan satu
istilah dalam pembangunan yang mempunyai arti bahwa proses pembangunan menuju
kesejahteraan tidak mengikuti tahapan pembangunan yang secara empiris dapat
diamati dari sejarah pembangunan negara-negara maju tua seperti Amerika Serikat
dan negara-negara di Eropa. Economic leapfrogging menjadi
strategi pembangunan Israel dan Singapura pada saat kedua negara tersebut baru
saja terbentuk. Tentunya konteks hambatan negara tersebut bukanlah physical
barrier namun lebih pada political barrier dimana
Israel dan Singapura pada saat itu tidak mempunyai hubungan politik yang
harmonis dengan negara-negara tetangga yang mengelilingi negara yang berumur
relatif muda dan sekarang menjadi maju.
Salah satu yang membuat optimis Gayo Lues berpotensi untuk
melakukan lompatan katak ekonomi adalah kemandirian energi yang ramah
lingkungan. Pada pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten Gayo
Lues pada tanggal 13 Maret 2013 , Bupati Ibnu Hasyim menyatakan tahun
2016 sebagai tahun mandiri energi dimana seluruh pelosok Gayo Lues akan
teraliri listrik dengan kemampuan sendiri melalui pembangunan pembangkit energi
terbarukan; yaitu pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Kemandirian ini
merupakan sebuah lompatan dari tahapan proses pembangunan konvensional yang
mengikuti kurva kuznet dimana pembangunan pada awalnya akan berjalan seiring
dengan kerusakan lingkungan hingga pada satu titik balik ketika peningkatan
tingkat pendapatan masyarakat berjalan seiring dengan perbaikan kualitas
lingkungan. Secara konvensional, daerah atau negara yang baru berkembang
cenderung memperoleh energi dari sumber-sumber yang tidak ramah lingkungan
seperti batu bara dan bahan bakar fosil lainnya. Jika Gayo Lues berhasil
menyediakan energi secara mandiri melalui teknologi yang ramah lingkungan, bisa
dikatakan bahwa kabupaten ini telah melakukan lompatan katak pembangunan di
bidang energi.
Fondasi Percepatan Pembangunan Ekonomi Gayo Lues
Selanjutnya, pilihan infrastruktur konektivitas yang perlu
diprioritaskan adalah jaringan teknologi informasi dan komunikasi. Hambatan
geografis tidak mungkin secara mudah dan murah dapat diselesaikan dengan hanya
membangun jalan tembus. Kalaupun berhasil, masih memerlukan waktu yang cukup
lama untuk dapat tiba di Gayo Lues. Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak
menjadikan keterisolasian geografis sebagai kendala. Aliran dan manajemen
informasi yang didukung oleh infrastruktur IT yang baik akan memudahkan
investor untuk menentukan kegiatan investasi di Gayo Lues tanpa harus melalui
ketidaknyamanan akibat perjalanan yang panjang dan berliku. Pilihan ini
sekarang makin menjadi relevan dan mendapatkan momentum karena PT. Telkom baru
saja melakukan ground breaking pembangunan jaringan Fiber Optic berkapasitas
bandwith 1,6 terabyte sepanjang 515 kilometer yang melintasi kawasan tengah
Aceh (SI, 29 Agustus 2013) . Jaringan ini tentunya membuat aliran data dan
suara dari dan ke Gayo Lues menjadi sangat cepat dan jernih dan menjadikan
kabupaten ini cyberly connected ke dunia global.
Kondisi landlocked dimana tidak ada persinggungan
dengan kawasan pantai membuat ongkos transportasi lebih mahal dalam
pengembangan komoditas unggulan. Keterbatasan ini seharusnya menjadi
pertimbangan dalam penentuan komoditas unggulan. Pemerintah Gayo Lues sebaiknya
memilih komoditas yang bernilai tinggi sehingga rasio ongkos transportasi
terhadap nilai jual komoditas tersebut kecil dan menyediakan margin keuntungan
bagi masyarakat yang memproduksi komoditas tersebut. Serewangi dan nilam
merupakan salah satu contoh komoditas endemik Gayo Lues yang bernilai tinggi.
Ditambah ketersediaan energi yang murah membuat ongkos pertambahan nilai
komoditas tersebut menjadi rendah. Keuntungan komparatif ini perlu dikelola
sehingga memberikan kesejahteraan bagi petani yang pada gilirannya akan
berdampak pada peningkatan kualitas hidup petani dan generasi penerusnya.
Tantangan geografis Gayo Lues memang membutuhkan inovasi dan
teknologi yang lebih dibandingkan dengan kebutuhan daerah pesisir jika Gayo
Lues ingin sejajar atau lebih baik dari kabupaten lainnya di Aceh, bahkan
Indonesia. Untuk menjamin keberlangsungan pasokan inovasi dan teknologi
dibutuhkan pengembangan sumber daya manusia yang fokus dan terarah. Alokasi
anggaran pendidikan harus menempatkan kualitas pendidikan sebagai prioritas
utama. Terhubungnya Gayo Lues dengan dunia internasional melalui infrastruktur
IT yang akan dibangun mensyaratkan kualitas pendidikan internasional jika Gayo
Lues ingin memanfaatkan kesempatan global. Di tambah dengan kecenderungan
masyarakat pedalaman yang mempunyai karakter yang tekun dan teliti, penulis
optimis kualitas sumber daya manusia Gayo Lues tidak kalah bersaing dengan
daerah maju lainnya jika kebijakan pengembangan sumber daya manusia dilakukan
secara tepat.
Dengan alokasi anggaran otonomi khusus yang relatif besar sebagai
konsekuensi dari formulasi pembagian dana yang lebih besar kepada
kabupaten/kota yang masih mempunyai indikator pembangunan buruk seperti indeks
pembangunan manusia, kemiskinan, luas daerah dan kemahalan biaya kontruksi yang
salah satunya diakibatkan oleh hambatan geografis, seyogyanya alokasi fiskal di
kabupaten ini diarahkan untuk memantapkan fondasi dan kuda-kuda katak Gayo Lues
sebagaimana tersebut diatas untuk dapat melompat tinggi melintasi beberapa
tahapan pembangunan dan tiba pada karakter masyarakat yang berbasis
pengetahuan lebih awal dari kabupaten/kota lainnya sebagaimana visi Aceh
2025. Bukan tidak mungkin akan lahir produk-produk pengetahuan global dari
rimbunnya pohon pinus di perbukitan Gayo Lues seperti lahirnya sistem operasi
Linux dari kawasan pinus yang sejuk di Finlandia.Wallahu’alam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar