Keberlanjutan
merupakan tantangan dalam teori pembangunan modern. Beranjak dari pemahaman
keterbatasan sumber daya alam , para developmentalist khawatir dengan
pendekatan ekstraktif yang memaksimalkan keuntungan dengan mengeruk berbagai
sumber daya sebanyak-banyaknya dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Seringkali
pembangunan dengan pendekatan seperti ini berakhir sedih dengan hanya mewariskan
puing-puing kejayaan dan perekonomian yang stagnan. Tak perlu jauh untuk
mencari contoh. Rasakan perbedaan geliat aktivitas pagi dan sore hari di daerah
Blang Lancang, Lhokseumawe pada dekade
80-an dan saat ini. Hilir mudik bis-bis sarat karyawan berseragam coverall plus sepatu dan helm safety tak
sesibuk dulu. Pasar Batuphat berubah kurang bergairah. Temaram lampu ketika
malam pun makin redup membuat penumpang bis patas Banda Aceh-Medan tak lagi terjaga
ketika melewati kawasan industri ini. Menjelang keringnya ladang Arun, wilayah
Pasee masih merupakan salah satu hotspot
kemiskinan di Aceh.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Komisi Bruntland mempromosikan konsep pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan generasi
sekarang dan tidak menyebabkan hilangnya sumber daya yang digunakan generasi
akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan
menitik-beratkan pada kemashlahatan inter-temporal (antar generasi) dari kegiatan
pembangunan. Meskipun demikian, konsep pembangunan ini masih global dan
membutuhkan fokus-fokus kegiatan spesifik. Para ahli pembangunan kemudian
membuat tiga kriteria keberlanjutan dari program-program pembangunan yaitu
ekonomi, sosial dan lingkungan. Kriteria terakhir merupakan aspek yang paling
banyak dipahami oleh praktisi pembangunan. Mungkin karena pembangunan berbasis
sumber daya alam sangat dominan diberbagai belahan dunia terutama negara berkembang. Lalu fokus
pembangunan berkelanjutan apa yang cocok untuk Aceh?
Segitiga Fokus Pembangunan
Sebagai
negeri syariah, Aceh sudah seharusnya mengambil inspirasi pembangunan dari dua
sumber utama, yaitu Al Qur’an dan Al-Hadits. Begitu banyak dalil tentang
pentingnya menjaga kemashlahatan inter-temporal. Rukun Iman yang kelima
“percaya kepada hari akhir” menjadi bukti bahwa Islam sangat memperhatikan keberlanjutan
kemashlahatan. Salah satu dalil yang secara gamblang memberi petunjuk praktis
tentang keberlanjutan kemashlahatan adalah hadits Nabi yang menyatakan
“Terputus amal anak adam ketika ia meninggal kecuali tiga hal, yaitu shadaqah
jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakan kepadanya”.
Hadits ini memang secara tersurat bersifat mikro (individual), namun pemerintah
perlu menjadikannya sebagai fondasi (microfoundation)
bagi kebijakan makro guna menghadirkan kemashlahatan berkelanjutan yang massif
di Nanggroe Darussalam ini.
Ada
tiga fokus pembangunan yang dapat diterjemahkan dari hadits tersebut. Pertama
adalah Infrastruktur. Shadaqah
jariah berbeda dengan shadaqah yang biasa dipahami. Jariah mempunyai arti
produktif, bukan komsumtif. Karena itu membangun masjid, menimbun jalan,
menyediakan tikar sembahyang atau menggali sumur di ladang dianggap shadaqah
jariah karena ia memudahkan untuk beraktifitas (ibadah) dan bersifat lebih
kekal. Selama shadaqah itu memberikan fasilitasi bagi setiap manusia yang
membutukan maka selama itu pula kemashlahatan akan terus didapat. Infrastruktur
identik dengan amal jariah ini karena ia berfungsi untuk memudahkan manusia
melaksanakan fungsinya. Pembangunan infrastruktur transportasi, telekomunikasi,
energi dan air bersih memudahkan kegiatan rakyat Aceh untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya melalui aktifitas ekonomi dan sosial yang dinamis dan berkelanjutan. LaporanBank Dunia (2010) tentang diagnosis pertumbuhan Aceh menempatkan infrastruktur,
terutama kelistrikan, merupakan hambatan utama dalam pembangunan ekonomi Aceh.
Fokus
kedua adalah Pengetahuan dan Teknologi.
Ilmu yang bermanfaat adalah pengetahuan yang diaplikasikan untuk kemashlahatan
umat. Pengetahuan dan teknologi adalah padanan yang tepat. Perjalanan sejarah
pembangunan di dunia memberikan gambaran jelas bagaimana negara yang mempunyai
keunggulan pengetahuan dan teknologi mempunyai tingkat kemajuan lebih tinggi.
Meskipun ia tidak memiliki keunggulan sumber daya alam. Peringkat negara dalam
pengalokasian anggaran riset menunjukkan hubungan korelatif dengan peringkat
kemakmuran. Data Bank Dunia menyebutkan Israel, Swedia dan Jerman menempati
peringkat atas dalam persentase anggaran riset terhadap PDB yaitu 4,27; 3,62
dan 2,82 pada tahun 2009. Indonesia
hanya mempunyai 0.08 persen jauh
dibanding Korea Selatan dan Singapura yang punya 3,36 dan 2,66 persen. Sweden
dan Jerman merupakan dua negara yang relatif tahan dan tidak terpengaruh oleh krisis
eropa saat ini. Korea Selatan dan Singapura merupakan contoh negara Asia yang
maju meskipun lebih muda usianya dari Indonesia. Contoh ekstrim adalah Israel,
negara yang menyulap gurun pasir sebagai
ladang pertanian produktif dan dikelilingi oleh lingkungan geopolitik tidak
ramah kepadanya dapat mempunyai kualitas hidup yang lebih tinggi bagi rakyatnya
dibanding negara-negara kaya minyak disekelilingnya. Tentunya contoh ini tidak
berarti membenarkan pendudukan Israel di Palestina. Namun ia menunjukkan
keunggulan pengetahuan dan teknologi Israel mampu membuatnya maju serta kemudian
menyihir opini dunia untuk memihak kepadanya.
Fokus
ketiga adalah Manusia. Anak shalih
adalah cerminan sumber daya manusia yang prima. Mencetak generasi yang tahu
akan eksistensinya di dunia dan mampu
mengelola segala potensi yang tersedia di dunia sebagai khalifah merupakan
sebuah keharusan. Pendidikan dan kesehatan adalah sektor utama dalam fokus
pembangunan manusia ini. Investasi yang rendah dalam pendidikan dapat
membahayakan kemakmuran sebuah bangsa. Amerika Serikat saat ini sangat gundah
tentang permasalahan ketenagakerjaan seperti ketimpangan dan kehilangan
pekerjaan akibat outsourcing terutama
dibidang manufaktur ke negara lain. Goldin dan Katz (2010) dalam bukunya “The Race between Education and Technology”
menyiratkan bahwa permasalahan daya saing Amerika Serikat merupakan akibat
dunia pendidikan tidak cukup menyediakan sumber daya manusia yang mampu
mengimbangi perkembangan teknologi. Investasi kesehatan ditujukan meningkatkan
produktifitas sebagai akibat rendahnya angka kesakitan. Peningkatan
produktifitas manusia melalui pendidikan dan kesehatan pada gilirannya akan
memperkuat sistem sistem-sistem lainnya sehingga tercipta lingkaran malaikat (virtuous circle) yang menjamin kemashlahatan terus dinikmati secara
berkelanjutan.
Fokus
pada pembangunan manusia juga dirasakan mendapatkan momentum yang tepat saat ini. Secara struktur demografis,
Indonesia sedang mengalami sebuah kesempatan yang disebut dengan demographic dividend hingga tahun 2050. Saat
ini 60 persen dari populasi Indonesia berumur dibawah 30 tahun. Kantor Koordinasi
Kementerian Perekonomian Indonesia menyebutkan tahun 2025 adalah tahun dimana
angka ketergantungan (dependency ratio) mempunyai nilai terendah. Setiap 100
orang yang bekerja, mereka hanya menanggu 32 orang yang berada diluar angkatan
kerja. Asumsinya Aceh juga mempunyai komposisi yang sama dengan nasional. Ditambah
lagi, pasca tsunami dan konflik, fenomena baby
boomer sangat mungkin terjadi. Ini lagi membuat investasi pendidikan dan kesehatan
usia dini makin penting karena dampak kepada kemajuan secara jangka panjang
sangat signifikan.
What next?
Pembangunan
lhee sagoe dengan fokus pada
infrastruktur, pengetahuan/teknologi dan manusia layak menjadi pedoman
Pemerintah Aceh untuk memakmurkan rakyatnya. Fokus lhee sagoe ini bukan saja
teruji secara empiris namun juga merupakan tuntunan rabbani dan rekomendasi
nabawi. Lebih lagi ia juga mencerminkan bentuk geografis Aceh yang berbentuk
segitiga.
Namun
meskipun demikian, laksana ibadah, keberhasilan pembangunan ditentukan oleh
niat dan tertib pelaksanaannya. Alokasi anggaran infrastruktur, pendidikan dan
kesehatan yang besar di Aceh belum tentu mendatangkan kemashlahatan apabila
pembangunan dilaksanakan dengan niat mencari rente ekonomi semata yang sering
disebut ‘proyek’. Akibatnya pembangunan dilakukan hanya bersifat kuantitatif
tanpa kualitas dan minim keberlanjutan. Pengetahuan tentang metodologi dan
tertib pelaksanaan akan menyebabkan pembangunan lebih berkualitas. Dengan kata
lain, prinsip good governance sangat
dibutuhkan guna menjamin hasil pembangunan berkualitas. Pembangunan segitiga fokus
dengan tata kelola yang baik dapat
menghadirkan kemashlatan bukan hanya bagi kita saat ini tapi juga anak cucu di
masa yang akan datang dengan terus menjaga, meningkatkan serta mengalirkan
produktifitas dari ketiga fokus tersebut. Insya Allah.
Phui takaleun geuheun ta tijik.
BalasHapusBrat but nyo Pak Ketua.
Musti beu leu literasi utk tapahami dan implementasi.
Smoga geunerasi ukeu akan hadir utk membangun Negeri dg hati.
Hanjet tapeulheuh bak gob miseu ingin Nanggroenyo get Pak Ketua.
Berbagai katakter dan latar belakang kehidupan adalah potensi dan tantangan dlm membangun negeri.