Bukan saja dari potensi nominal pasar, lokasi geografis juga memberikan keungulan komparatif bagi IMT-GT dibanding sub-kawasan lainnya. Penduduk muslim dunia terkonsentrasi di Indonesia, Asia Selatan dan Timur Tengah. Lokasi pasar tersebut mempunyai jarak terdekat dari provinsi atau negara bagian IMT-GT. Indonesia, Pakistan, India dan Bangladesh merupakan empat negara dengan populasi muslim tertinggi di dunia, yaitu sebesar 42,8 persen dari 2,2 Milyar total populasi muslim. Empat negara ini juga memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.
Dari sisi internal, Malaysia, Indonesia dan Thailand dinilai berhasil meningkatkan kontribusinya dalam ekonomi halal global. Masih dari SGIE 2020/2021, Malaysia berhasil mempertahankan peringkat pertama dalam peringkat Global Islamic Economic Indicators. Indonesia mengalami kenaikan peringkat dari peringkat 5 pada tahun SGIE 2019/2020 menjadi peringkat 4 dengan mengeser Bahrain. Begitu juga dengan Thailand, dianggap sebagai negara yang mengalami kenaikan peringkat secara signifikan (big moves) terutama di sektor finansial, makanan halal, pariwisata halal dan obat-obatan dan kosmetika halal.
Semua fakta diatas dipandang menjadi sebuah kekuatan atau modal dasar bagi tiga negara IMT-GT ini untuk menjadi mesin ekonomi halal global.
Blue Ocean, Bukan Red Ocean
Konsep Halal Economic Powerhouse yang diusulkan oleh Gubernur Aceh merupakan konsep kolaborasi 3 negara sebagai komponen penggerak yang secara terpadu menggerakkan mesin ekonomi halal. Selama ini, efektifitas kerjasama IMT-GT kurang optimal karena ada kecurigaan bahwa kerjasama ini seakan lautan merah (red ocean) dimana tiga negara anggota saling berebut untuk penetrasi pasar secara internal sub-region terutama Indonesia. Alhasil beberapa inisiatif kurang bergairah untuk ditindaklanjuti sebagai reaksi limbik dari niat melindungi diri.
Halal Economic Powerhouse besutan Aceh ini merupakan kolaborasi 3 negara (Indonesia, Malaysia, Thailand) untuk memproduksi produk dan jasa halal dan memasarkan ke negara ketiga. Format ini mentransformasikan paradigma Red Ocean akan persaingan penetrasi pasar intra IMT-GT menjadi cara pandang Lautan Biru (Blue Ocean) yang menyinergikan kekuatan Intra-IMT-GT untuk memenangkan pasar halal baru di negara-negara lainnya.
Diharapkan dengan kolaborasi membangun mesin ekonomi (economic powerhouse) ini akan terjadi peningkatan kegiatan perdagangan dan investasi intra-IMT-GT akibat rantai produksi halal yang terjadi di dalam sub-kawasan. Perdagangan ke luar IMT-GT juga akan meningkat karena ekspor produk dan jasa halal (termasuk pariwisata). Sejalan dengan itu, arus Investasi dari negara luar IMT-GT juga akan meningkat akibat efisiensi produksi halal di IMT-GT.
Kesiapan Aceh dalam Halal Economic Powerhouse (HEP)
Aceh sebenarnya diuntungkan dengan konsep HEP ini. Secara regulasi, provinsi syariah ini telah memiliki beberapa aturan yang konstruktif terhadap pengembangan ekonomi halal. Sebut saja Qanun 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam, Qanun 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal dan Qanun 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Ketiga Qanun tersebut mewajibkan ekonomi Aceh dilakukan secara syariah atau halal. Ketersedian perangkat hukum ini menandakan bahwa secara regulasi Aceh lebih siap dari provinsi lainnya di Indonesia dalam hal pengembangan ekonomi halal.
Namun regulasi adalah hanya satu faktor. Ekonomi halal merupakan ekonomi riil yang mensyaratkan ada realitas ekonomi di lapangan. Regulasi tersebut perlu ditindaklanjuti dengan produksi, inovasi dan transaksi. Semua produk dan jasa yang diproduksi di Aceh harus diakui ke-halalan-nya oleh konsumen. Disini tantangan bermula.
Jumlah produk Aceh yang bersertifikasi halal masih minim jika dibanding total produk yang diproduksi. Begitu juga dengan jasa halal seperti perhotelan dan restoran, jumlah hotel dan restoran yang bersertifikasi halal masih rendah dibanding populasi total jasa yang dihasilkan. Karena itu kemudahan sertifikasi halal merupakan hal yang prioritas dilakukan agar Aceh dapat memimpin di kesempatan ini. Selain itu, perlu penguatan sisi permintaan akan produk dan jasa bersertifikasi halal. Otoritas keagamaan dan juga kesehatan terus mempromosikan pentingnya akan “kehalalan” produk dan jasa. Sesuai dengan mekanisme pasar, ketika permintaan akan produk dan jasa halal meningkat, maka produsen akan menyediakan pasokan halal lebih banyak.
Dalam konteks kolaborasi halal ini, juga diperlukan harmonisasi sistem sertifikasi halal diantara tiga negara ini. Hal ini menjadi penting agar fasilitasi perdagangan atau ekspor impor intra IMT-GT tidak terkendala non-fiscal barrier ini. Artinya, semua produk Aceh dapat serta merta diakui kehalalannya di Malaysia dan Thailan untuk digunakan dalam proses rantai produksi atau nilai selanjutnya. Begitu juga sebaliknya.
Fasilitasi perdagangan intra IMT-GT juga mensyaratkan kejelasan prosedur bea cukai dan ekspor-impor antar negara bagi para eksportir dan importir halal. Harmonisasi dan sosialisasi prosedur perdagangan lintas batas juga harus dijelaskan secara detail dan seksama untuk para pelaku usaha.
Pelaku usaha juga perlu ditingkatkan kemampuannya untuk mengadopsi sertifikasi halal, terutama UMKM. Program kemudahan sertifikasi halal dapat berupa subsidi biaya pengurusan sertifikasi halal untuk pertama kali. Selanjutnya, pelaku usaha dapat difasilitasi kemitraan bisnis dengan pelaku usaha di sepanjang rantai nilai halal baik dengan pelaku usaha dalam Intra IMT-GT maupun dengan pelaku usaha negara tujuan pasar, termasuk untuk pemasaran berbasis digital (e-commerce)
Pemerintah Aceh juga perlu menyiapkan tampungan bagi investasi produksi halal di Aceh. Kawasan peruntukan investasi seperti Kawasan industri Aceh Ladong, Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri Perikanan PPS Kutaraja Lampulo dan kawasan/sentra industri kecil menengah lainnya perlu menyiapkan diri sebagai kawasan industry halal sesuai dengan peraturan yang ada seperti Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 17 Tahun 2020 tentang Tata Cara Perolehan Surat Keterangan dalam rangka Pembentukan Kawasan Industri Halal.
Untuk mewujudkan Aceh sebagai bagian utama dari inisiatif IMT-GT Halal Economic Powerhouse ini, diperlukan kerja lintas sektor (whole of government). Leadership yang kuat oleh segala pemangku kepentingan yang diawali dengan pemahaman yang sama dan komprehensif atas inisiatif ini merupakan keniscayaan. Dengan begitu, sinergi akan secara konstan menggerakan roda mesin ekonomi halal ini secara berkelanjutan dan berdampak pada keberkahan ekonomi di Aceh. Wallahua’lam bishawab