"Kepentingan politisi, baik kepala daerah dan maupun anggota parlemen, adalah dipilih kembali (re-elected) (...) Sedangkan aparatur pemerintah memiliki kepentingan untuk dipromosikan (promoted)"
Hubungan eksekutif dan legislatif seharusnya ibarat hubungan antara seorang petinju dan sparring partner-nya. Mereka berdua terlihat saling menyerang di dalam ring dengan tujuan untuk meningkatkan keunggulan dan memperbaiki kelemahan petinju. Pertarungan itu bukan untuk saling mengalahkan, tapi menguatkan sang petinju saat menghadapi lawan sebenarnya.
Eksekutif dan Legislatif Aceh saat ini terlihat sangat harmonis. Berita Serambi Indonesia, Selasa 10 November 2020, memberitakan kedua pihak sepakat untuk menuntaskan APBA di akhir November 2020. Ketepatan pengesahan APBA akan menguntungkan perekonomian Aceh karena peran anggaran pemerintah sangat instrumental dalam perekonomian Aceh. Harmonisasi hubungan ini perlu dikekalkan secara positif, yaitu harmonis pada tujuan pembangunan dan kemudian selaras pada kebijakan dan tindakan. Jangan sampai harmonisasi ini ibarat pertandingan semu antara petinju dan sparring partner yang ingin nyaman, tidak saling kritik untuk memperbaiki dan berakibat pada lemah lunglainya sang petinju dihadapan petinju juara bertahan atau permasalahan pembangunan.
Pengalaman beberapa tahun dan juga jamak terjadi di daerah lain, disharmonisasi antara eksekutif dan legislatif sering kali berawal dari disharmonisasi terkait anggaran. Hak terhadap kebijakan anggaran (budgeting) yang merupakan hak yang dimiliki bersama kerap kali menjadi peruncing, bahkan gunting. Kegagalan bersepakat dalam alokasi anggaran karena alasan apapun menyebabkan molornya pengesahan APBD atau bahkan menyebabkan APBD dilahirkan secara yatim atau piatu dengan peraturan kepala daerah.
Dalam politik, ada adagium yang lantang terdengar. “Tidak ada lawan atau kawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi”. Berangkat dari adagium tersebut dan untuk mencari harmonisasi yang hakiki, kiranya perlu dicari apa yang paling layak dan tepat untuk dijadikan sebuah tujuan yang mengakomodir kepentingan para pihak.
Rasulullah SAW seperti diabadikan pada QS Ali Imran : 64 mengajak pada satu tujuan yang sama (kalimatun sawa) kepada pada petinggi kaum Nasrani dan Yahudi dalam berinteraksi satu sama lainnya. Para pihak tersebut mempunyai perbedaan yang mendasar dan diametral. Meskl demikian, kondisi itu tidak membuat Nabi tidak melakukan konsensus untuk hidup harmonis lintas agama.
Dalam urusan politik dan pemerintahan Aceh, kalimatun sawa tersebut adalah kesejahteraan masyarakat. Gubernur/Bupati/Walikota dan Anggota DPRA merupakan pelaku politik yang dipilih oleh rakyat dengan mandat tunggal, menyejahterakan rakyat. Begitu juga dengan aparatur pemerintah ditugaskan untuk membantu politisi menuntaskan mandat tadi.
Sejatinya, tujuan bersama ini dapat mengakomodir kepentingan para pihak secara sinergis. Kepentingan politisi, baik kepala daerah dan maupun anggota parlemen, adalah dipilih kembali (re-elected) oleh konstituen (rakyat). Rakyat memilih kembali para politisi karena merasa ada peningkatan kesejahteraan akibat kinerja para politisi dalam pembangunan termasuk dalam mengalokasikan anggaran pembangunan. Sedangkan aparatur pemerintah memiliki kepentingan untuk dipromosikan (promoted). Promosi diberikan akibat kinerja aparatur melaksanakan kebijakan yang disepakati para politisi.
Dari skala wilayah peningkatan kesejahteraan, Gubernur memiliki tanggung jawab terhadap pemilihnya dalam satu provinsi. Anggota parlemen memiliki tanggung jawab yang lebih kecil yaitu daerah pemilihan. Daerah pemilihan (dapil) dapat terdiri dari satu kabupaten ataupun kumpulan beberapa kabupaten/kota. Keterkaitan kepentingan kepala daerah dan anggota legislatif adalah secara kewilayahan. Kinerja provinsi adalah akumulasi dari kinerja daerah pemilihan. Karena itu pendekatan regional (regional approach) merupakan common strategy atau kebutuhan strategi bersama dalam mendukung pencapaian tujuan bersama (kalimatun sawa) sekaligus membela kepentingan politis (re-election).
Berdasarkan hal tersebut, eksekutif dan legislatif seharusnya mempunyai insentif yang kuat untuk berkerjasama dalam menyukseskan pembangunan di Aceh maupun di setiap dapil. Pendekatan regional menjadi pendekatan yang tepat dalam merencanakan pembangunan. Eksekutif dan legislatif secara bersama perlu menganalisis permasalahan spesifik dan sensitif di masing-masing dapil.
Permasalah sensitif adalah masalah yang dapat mempengaruhi permasalah spesifik di dapil tertentu, meskipun terkadang permasalahan sensitif tersebut berada di luar dapil. Misalnya untuk meningkatkan pendapatan petani jagung di Kabupaten Bireun, permasalahan pabrik pakan di kabupaten Aceh Besar harus diselesaikan agar produksi jagung di Bireun dapat terserap oleh pabrik tersebut. Pemahaman bersama terkait permasalahan spesifik dan sensitif selanjutnya ditindaklanjuti dengan kebijakan anggaran pembangunan yang koheren dan terintegrasi yang menyebabkan efektifitas pembangunan.
Pendekatan regional ini juga berimplikasi pada perubahan cara kerja aparatur pemerintah. Pendekatan saat ini yang dominan sektoral dan cenderung silo perlu dimodifikasi menjadi tematik lintas sektoral. Setiap aparatur sudah harus mempunyai pengetahuan yang lebih luas, diluar dari tupoksi sektoralnya. Misalnya aparatur bekerja di bidang yang mempunyai tugas pada peningkatan produksi juga harus mempunyai pengetahuan di bidang pengolahan dan pemasaran bahkan penanaman modal. Begitu juga, ASN yang ditugaskan untuk menganalisis permasalahan di kabupaten/kota tertentu tidak boleh menutup mata pada permasalahan di kabupaten/kota lainnya, apalagi jika kabupaten/kota tersebut terhubung dalam sebuah mata rantai permasalahan yang berskala provinsi, nasional bahkan internasional.
Interaksi antara aparatur pemerintah, kepala daerah dan anggota parlemen perlu berjalan secara baik dan erat serta sinergis sesuai dengan mandat tugas masing-masing. Apabila keterpaduan ini bisa diwujudkan, maka kepentingan masing-masing pihak dapat terpenuhi dan yang paling penting adalah tujuan kemakmuran rakyat akan tercapai.
Sebagai catatan, konstelasi relasi kalimatun sawa dan kepentingan eksekutif dan legislatif yang positif seperti tersebut diatas perlu dijaga dan diperkuat oleh masyarakat sendiri. Rakyat harus memilih politisi berdasarkan kualitas kebijakan dan/atau kinerja pembangunan, bukan karena yang lain seperti kedekatan atau serangan fajar. Apabila rakyat memilih para politisi tidak berdasarkan kinerja, maka besar kemungkinan bahwa tidak akan ada konsensus bersama untuk kesejahteraan rakyat. Aparatur pun akan bekerja tidak optimal karena tidak ada tuntutan serius dari politisi yang terpilih. Alhasil, petinju Kembali keok terkulai lemah di sudut ring sambil menatap nanar lawan merayakan kemenangan. Wallahua’lam bisshawab.
Note : Ilustrasi diundung dari https://nutterinvestments.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar