Senin, 23 Desember 2019

Investment-led Growth untuk Kesejahteraan Aceh


Hasil gambar untuk investment for prosperity

Ada hal yang perlu dicermati dalam perkembangan ekonomi Aceh. Secara temporal, posisi relatif pendapatan per kapita Aceh selama kurun waktu 2010 sampai 2017 mengalami penurunan. PDRB per kapita Aceh pada 2010 menempati urutan 17 dan pada tahun 2017 turun menjadi peringkat 27. Meskipun PDRB per kapita Aceh secara nominal membaik,  penurunan posisi relatif merupakan konsekuensi logis mengindikasikan ekonomi Aceh tumbuh lebih lambat dari rerata nasional.

Nilai PDRB perkapita yang tinggi merupakan indikasi dari produktifitas seorang individu dalam sebuah daerah. Apabila diplotkan PDRB atau PDB per kapita dan  tingkat kemiskinan dari seluruh negara di dunia, maka akan terlihat korelasi negatif antara PDB per kapita dan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi PDB per kapita maka akan semakin rendah tingkat kemiskinan sebuah negara.

Selanjutnya jika diplotkan PDB per kapita dan indeks pembangunan manusia, maka korelasi positif akan kita jumpai. Indeks pembangunan manusia meningkat seiring dengan nilai PDB per kapita. Korelasi ini menyebabkan nilai PDRB sangat penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan.
Penyebab utama dari pertumbuhan ekonomi yang rendah di Aceh adalah masih tingginya defisit perdagangan. Defisit ini terkait dengan kontribusi dan pertumbuhan industri pengolahan yang rendah.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh untuk periode 2017-2022, defisit perdagangan merupakan salah satu sasaran yang harus dikurangi. Terdapat dua arah kebijakan yang saling komplementer. Kedua kebijakan tersebut adalah meningkatkan ekspor dan mengurangi impor melalui subsitusi impor. 

Blessing in Disguise

Keadaan ekonomi global saat ini sedang tidak bersahabat. Pertumbuhan ekonomi dunia terus mengalami perlambatan. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China menyebabkan perlambatan perdagangan dunia dan penurunan harga komoditas. Bank Sentral di negara maju banyak mengeluarkan kebijakan moneter yang longgar untuk memacu ekonominya.

Salah satu konsekuensinya adalah suku bunga perbankan yang rendah. Suku bunga yang rendah secara alami memaksa para investor untuk mencari peluang investasi yang paling memberikan imbal hasil yang maksimal. Volatilitas arus modal asing menjadi “blessing in disguise” bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk menyerap pantulan arus investasi.   

Investasi merupakan salah satu pembentuk ekonomi sebuah daerah. Pengalaman dari beberapa negara-negara yang maju dan mempunyai pertumbuhan yang tinggi menunjukkan bahwa investasi menjadi salah satu penyebab utama dari percepatan pertumbuhan atau investment-led growth. Sebut saja China, negara tirai bambu ini mampu menggandakan pendapatan per kapita rakyat hanya dengan waktu kurang dari satu generasi dan mampu mengurangi orang miskin hampir 14 juta setiap tahunnya dalam kurun waktu 2013-2018.

Prestasi ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah China yang membuka negaranya untuk investasi. Salah satu kebijakan efektif yang dilakukan adalah membangunan kawasan ekonomi khusus sebagai lokasi investasi. Alhasil, China menjadi pabrik dunia dan menyerap tenaga kerja dan memperoleh transfer teknologi yang akan memperkuat negara adidaya kedua di dunia.

Begitu juga dengan Singapura, strategi pertumbuhan ekonomi pada dekade awal adalan menarik investasi sebanyak-banyaknya melalui kemudahan dan fasilitas dan insentif yang diberikan secara besar-besaran. Hasilnya juga adalah Singapore dengan kesejahteraan penduduknya termasuk yang tertinggi di dunia. 

Strategi Investment-led Growth

Kesuksesan negara China dan Singapura perlu menjadi pelajaran bagi Aceh untuk menjadikan investment-led growth sebagai strategi percepatan pertumbuhan ekonomi Aceh. Investasi harus diarahkan untuk ekspor dan substitusi impor.

Aceh telah memiliki empat kawasan yang diperuntukkan untuk penanaman modal, yaitu KEK Arun Lhokseumawe, KIA Ladong, PPS Kutaraja Lampulo dan KPBPB Sabang.  Namun keberadaan lokasi khusus untuk investasi tidak serta merta akan menjadikan Aceh sebagai destinasi pilihan investasi.
Bank Dunia menerbitkan GlobalInvestment Competitiveness Report 2017-2018 tentang perspektif investor terkait pemilihan tempat sebagai tempat mereka menanamkan modal. Di antara faktor utama yang mempengaruhi keputusan investasi adalah stabilitas politik dan keamanan, kualitas regulasi, ukuran pasar, tenaga kerja terampil, infrastruktur, dan bahan baku yang murah.

Berdasarkan faktor utama tersebut, ada beberapa strategi atau kebijakan yang perlu diambil oleh Pemerintah Aceh dan mensyaratkan sinergi dan kolaborasi lintas stakeholder agar kebijakan atau strategi tersebut efektif.   Menjamin stabilitas politik dan keamanan, kepastian regulasi dan ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan hal yang pertama yang harus disediakan oleh Pemerintah. Ketiga komponen tersebut mengurangi risiko yang dapat mengurangi minat investasi. Jaminan ini bahkan lebih efektif dari pada berbagai insentif dan kemudahaan yang diberikan.

Bagian dari pengurangan risiko diatas yang masih menjadi permasalahan di Aceh adalah pemanfaatan lahan pemerintah sebagai lokasi investasi yang hanya diberikan dalam waktu 5 tahun. Padahal kegiatan investasi sering membutuhkan lebih lama untuk balik modal. Untuk ini, Pemerintah Aceh perlu melakukan deregulasi pemanfaatan lahan pemerintah yang memungkinkan untuk digunakan hingga 30 tahun. 4 Kawasan investasi yang disebut diatas merupakan lahan milik pemerintah, jika deregulasi ini tidak diselesaikan maka kawasan tersebut menjadi tidak menarik bagi investasi. Selain itu ketersediaan infrastruktur kawasan investasi juga perlu segera dilengkapi seperti air bersih, drainase dan pengolahan limbah.

Selanjutnya, proses mudah dan ketepatan waktu dalam pengurusan perizinan juga menjadi penting bagi kepastian investasi dan menjadi bagian dari kualitas regulasi.  Promosi investasi juga perlu melakukan perubahan prioritas. Jika selama ini lebih ditekankan pada potensi produksi, namun sekarang perlu lebih bersifat demand-driven, terutama integrasi investasi dengan rantai nilai global yang bertumpu pada efisiensi. Fokus investasi pada keterkaitan rantai nilai global akan meningkatkan market size investasi dan membuat Aceh lebih menarik sekaligus memaksimalkan nilai tambah ekonomi di Aceh. Geografi Aceh yang berada di jalur perdagangan global menambah daya tarik dan daya saing sebagai destinasi wisata. 

Ketersediaan tenaga kerja terampil juga perlu dijamin melalui kemitraan link dan match antara penyedia tenaga kerja seperti universitas, SMK dan BLK. Kesesuaian ini sangat penting bukan saja karena dibutuhkan oleh investor, namun juga akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja lokal dan penurunan angka kemiskinan. Keberadaan investasi juga perlu dikelola agar terjadi kemitraan dengan usaha kecil dan menengah sehingga terjadi transfer pengetahuan yang menyebabkan UKM menjadi naik kelas.

Apabila faktor-faktor tersebut diatas dapat berkumpul dan tersedia dalam setiap kawasan investasi Aceh tersebut, investasi di Aceh menjadi keniscayaan, yang menyediakan lapangan kerja produktif, menambah nilai komoditas Aceh dan meningkatkan kesejahteraan Aceh secara lebih signifikan.

Nb.
1. Telah diterbitkan di Tabloid Tabangun Aceh, Edisi Desember 2019
2. Ilustrasi diatas bersumber dari http://isaayle.com/1118/investment-experts-show-the-way-to-prosperity.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar