Harian
Serambi Indonesia (2 Juni 2012) menerbitkan sebuah opini yang sangat menarik
terkait dengan penyusunan RPJM Aceh Periode 2012-2017. Opini yang ditulis oleh ekonom senior Universitas Syiah Kuala, Rustam
Effendi, mengungkapkan sebuah poin penting, yaitu perlunya kehati-hatian dalam menetapkan target pertumbuhan ekonomi serta pemahaman akan konsekuensi dari penetapan target. Effendi menggunakan
teori pertumbuhan Harrod-Domar dalam menghitung kebutuhan investasi fisik untuk
mencapai target pertumbuhan ekonomi. Perhitungan kebutuhan investasi ini
sebagaimana disebut oleh penulis opini dikenal dengan ICOR
(Incremental Capital Output Ratio).
ICOR
dapat didefinisikan sebagai tambahan unit investasi yang dibutuhkan untuk
mencapai satu unit pertumbuhan ekonomi. Makin besar nilai ICOR makin besar
nilai investasi yang diperlukan untuk mencetak tambahan satu persen pertumbuhan.
Dengan kata lain, ICOR dapat disebut sebagai indikator inefesiensi produktivitas
investasi fisik terhadap pertumbuhan ekonomi. Effendi menghitung ICOR Aceh
sebesar 4,64 dan memperkirakan kebutuhan investasi fisik mencapai Rp. 9,7
Trilyun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen. Ini berarti jika semua
anggaran pembangunan Aceh hanya berasal dari APBA dan semuanya dialokasikan ke
pembangunan fisik, pertumbuhan Aceh masih dibawah pertumbuhan ekonomi nasional,
dimana pada tahun 2011 Indonesia tumbuh 6,5 persen. Masih ada harapankah Aceh
lebih maju dari provinsi lain? Mungkinkan investasi pemerintah lebih efektif
dan efisien mendongkrak pertumbuhan ekonomi ditengah kemarau investasi swasta di
Nanggroe Aceh Darussalam ini?
Harrod-Domar vs Solow-Swan
Ketika
perhitungan kebutuhan investasi fisik melalui model pertumbuhan Harrod-Domar
atau ICOR, asumsi utama yang dipakai bahwa kapital hasil investasi akan
memberikan kontribusi terhadap output ekonomi secara konstan. Model ini tidak
mengenal efek penurunan kontribusi (diminishing effect) dari kapital Akibatnya
peranan kapital dalam model ini cenderung lebih besar dari sesungguhnya
(overstated). Padahal masih ada faktor produksi lain yang secara dinamis dan
simultan berkontribusi terhadap output dan pertumbuhan ekonomi.
Model
pertumbuhan yang paling ramai digunakan saat ini adalah model Solow-Swan. Dalam
model ini terdapat dua faktor produksi yaitu kapital dan tenaga kerja. Perbedaan
mendasar antara model ini dan sebelumnya adalah bahwa terdapat efek penurunan
kontribusi atau produktifitas dari tambahan kapital apabila faktor lainnya
(tenaga kerja efektif) tidak bertambah. Easterly (2002) dalam bukunya The
Elusive Quest for Growth mendeskripsikan
pembangunan ekonomi laksana membuat kue dimana ada dua bahan utama pembuat kue
yaitu tepung dan susu. Untuk menghasilkan kue yang lebih banyak dan
berkualitas, tidak cukup hanya menambah investasi tepung sedangkan susu tidak
bertambah. Apabila hal tersebut dilakukan, maka kue yang dihasilkan tidak
terwujud dan bercita rasa aneh. Membangun ekonomi adalah menemukan kombinasi
yang cocok antara faktor-faktor produksi. Jika kombinasi-nya pas maka nilai
ICOR pasti turun karena produktifitas kapital terhadap output ekonomi menjadi
optimal. Ia juga berarti dana investasi fisik bisa lebih efisien dan
pertumbuhan ekonomi menjadi maksimal.
Untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi selain investasi kapital fisik, investasi
yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja harus diimbangi
melalui investasi sumber daya manusia dan pengetahuan/teknologi. Model
pertumbuhan Solow-Swan dan endogenous growth theory (model pertumbuhan terbaru)
menyiratkan bahwa modal manusia dan teknologi adalah sumber utama pertumbuhan
dalam jangka panjang atau berkelanjutan.
Smart Planning
Source : http://shinkicker.hubpages.com/hub/Celebrity-Cook-Off-USA-The-Best-TV-Chefs |
Perencanaan
adalah sebagian ilmu dan sebagian lainnya adalah seni. Perencana pembangunan bertindak
seperti koki yang mempersiapkan beragam makanan untuk sebuah pesta besar. Seorang
koki yang piawai tidak terpaku pada resep baku tentang kombinasi racikan bumbu
dan bahan makanan. Resep adalah petunjuk umum namun si koki menentukan berapa
sendok, gram atau potong bumbu dan bahan masakan yang dikombinasikan berdasarkan
dari kualitas dan kuantitas bahan yang ada serta selera para undangan.
Membangun
ekonomi tidak cukup dengan mengatakan jumlah kebutuhan dana tertentu dan dibagi
merata. Alokasi dana pembangunan harus berdasarkan keadaan aktual dan tujuan
akhir dari masing-masing sektor pembangunan. Kepiawaian perencana pembangunan
sangat tergantung pada kejelian dalam menilai faktor produksi mana yang perlu
tambahan investasi sehingga kombinasi untuk sektor tersebut menjadi pas dan
berakhir pada keluaran dan dampak pembangunan menjadi baik.
Tidak
semua sektor membutuhkan tingkat investasi fisik yang sama untuk menghasilkan
keluaran yang baik. Misalnya sektor pendidikan atau kesehatan di Aceh sudah
mempunyai gedung sekolah, rumah sakit, puskesmas hingga pustu yang megah. Namun
apabila produktifitas tenaga kerja seperti guru dan tenaga kesehatan rendah,
maka keberadaan infrastruktur fisik tersebu tak berkontribusi signifikan
terhadap pembangunan ekonomi yang berwujud manusia Aceh yang sehat, cerdas, trampil,
inovatif dan mempunyai entrepreneurship.
Ketika infrastruktur jalan bertaraf internasional tidak diimbangi oleh
produktifitas pertanian dan industri yang tinggi, maka keberadaan jalan
tersebut tidak berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Malah ia
dapat menjadi sebab masuknya komoditi murah dari daerah penghasil lainnya yang
mempunyai produktifitas lebih tinggi karena ongkos transport yang murah. Akibatnya
net ekspor daerah dan output ekonomi daerah pun menurun.
Begitu
juga dengan kualitas tenaga kerja apabila tidak dibarengi dengan keberadaan
infrastruktur fisik yang memadai maka ia tidak mampu berkontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi. Seorang pandai besi yang bisa menyulap rongsokan besi
menjadi produk akhir seperti pagar rumah, bangku dan teralis tak bisa menambah
nilai tambah ekonomi dari rongsokan yang ia punya apabila mesin las nya tidak
dialiri listrik.
Dalam menyusun RPJM sebagai bahan acuan utama pembangunan lima tahun kedepan, hendaknya perencana benar-benar jeli dan cerdas dalam menentukan investasi apa yang tepat pada masing-masing sektor pembangunan. Selain itu, berbagai sumber dana pembangunan (APBK, APBN dan investasi swasta) perlu dikoordinasikan dan dimobilisir sehingga volume investasi yang lebih besar dari kapital fisik, teknologi dan manusia dengan kombinasi pas dan optimal menyebabkan kue pembangunan ekonomi Aceh bertambah secara maksimal dan lezat.
mantap tulisannya bang... banyak aspek lain juga yg harus benar2 dipertimbangkan dengan jeli oleh pemerintah Aceh, sebelum menjadikan investasi sebagai salah satu strategi pembangunan andalan... :) kedaulatan negara perlu menjadi prioritas utama... jargon 'tak ada makan siang yang gratis' sudah semakin mendunia, hehehe...
BalasHapusPerlu dipertimbangkan supply side economics, low growth high inflation cermin kelambanan growth sisi supply. Mungkin industri kebutuhan hidup yang masih relatif mahal dibanding daerah lain perlu diberi insentif dan di fasilitasi biar lebih cepat berkembang
BalasHapus