Akhir tahun
2012, Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan peta kapasitas fiskal
daerah yang terangkum dalam sebuah peraturan menteri keuangan bernomor 226/PMK.07/2012. Peta kapasitas
fiskal daerah menampilkan gambaran umum kemampuan keuangan daerah seluruh
Indonesia untuk membiayai pembangunan di wilayahnya masing-masing. Kapasitas fiskal
ini juga digunakan oleh pemerintah untuk menentukan daerah yang lebih prioritas
dalam dukungan atau transfer fiskal dari pemerintah pusat dalam rangka
pelaksanaan pemerataan pembangunan.
Yang menarik
dan agak sedikit mengejutkan bagi saya adalah kapasitas fiskal Aceh yang
disebutkan dalam PMK tersebut adalah rendah. Sepintas, Aceh sepertinya
mempunyai kemampuan fiskal tinggi mengingat tiap tahun Aceh mendapatkan kucuran
dana otonomi khusus yang berbentuk dana alokasi umum sebesar 2 persen dari DAU
nasional. Namun tampaknya dana otsus tidak dimasukkan dalam formula perhitungan
kapasitas fiskal dalam PMK tersebut.
Tidak digunakannya dana otsus sebagai dalam formula perhitungan kapasitas fiskal akan menunjukkan posisi kemampuan fiskal Aceh sebenarnya relatif terhadap provinsi lain-lain yang tidak mendapatkan dana khusus ini.
Adapun formula yang dipakai untuk menghitung kapasitas fiskal daerah :
KF = (PAD + DBH + DAU + LP) - BP / Jumlah Penduduk Miskin
KF = kapasitas fiskal
daerah
PAD = Pendapatan Asli
Daerah
DBH = Dana Bagi Hasil
DAU = Dana Alokasi Umum
LP = Pendapatan
lain-lain yang sah
BP = Belanja Pegawai
Formula tersebut diatas memberikan arah
kebijakan bagi pemerintah daerah jika ingin menaikkan kapasitas fiskalnya. Resep generik nya sederhana –diperoleh dari
manipulasi matematika yang super simple- adalah jumlah penduduk miskin dan menurunkan belanja pegawai pegawai serta menaikkan
PAD dan LP. Jika ini dilakukan niscaya kapasitas fiskal akan melonjak naik. Kenaikan DBH dan DAU juga dapat menaikkan
kapasitas fiskal, namun ini bukanlah hal yang kekal dan sehat karena daerah
hanya bergantung pada belas kasihan pemerintah pusat.
Sejatinya, tingginya kapasitas fiskal harus
diraih dengan kenaikan PAD akibat pajak dan retribusi terlaksana sempurna
akibat kemampuan ekonomi rakyat yang baik serta efesiensi pembiayaan
pembangunan.
Akankah kebijakan pembangunan kita mengarah
pada peningkatan kapasitas fiskal yang sesungguhnya?