http://www.muftizubair.co.za/ |
Pembentukan
atau peningkatan karakter tidak terjadi dengan sendirinya. Rasulullah SAW bersabda
dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh Ibnu Mas’ud ra, “ Bahwa kejujuran membawa kepada kebaikan dan
syurga Allah dan jika seseorang selalu membiasakan diri dengan berlaku jujur,
maka Allah akan menyematkan jujur tersebut sebagai karakternya” (Muttafaqun
alaih). Senada dengan hal tersebut, Aristotle pernah mengatakan, “ We are what we repeatedly do. Excellence,
then, is not an act, but a habit”.
Kira-kira statement diatas
berarti bahwa kita adalah apa yang sering kali kita lakukan. Karena itu,
karakter keunggulan bukanlah sebuah tindakan tetapi merupakan kebiasaan.
Pembentukan
kebiasan inilah sejatinya yang diresepkan Allah melalui Ibadah Ramadhan. Allah
menghilangkan halangan dan memberikan berbagai insentif agar manusia mukmin
dapat secara mudah dan kontinyu selama sebulan penuh membentuk kebiasan baru
yang bernama taqwa. Dalam Bulan Ramadhan, syaithan dibelenggu sehingga
intensitas gangguan terhadap usaha pembentukan karakter ini berkurang. Sebuah
hadits Qudsi menyatakan bahwa ibadah puasa adalah satu-satunya ibadah dimana
pahalanya (reward) langsung diberikan
oleh Allah SWT sehingga puasa akan melatih kejujuran dan lepas dari topeng
kemunafikan karena Allah Maha Tahu tentang apa yang ada dalam hati orang yang
berpuasa. Selama sebulan penuh, hati kita dibiasakan untuk dapat melakukan
fitrah kebaikan tanpa pamrih kecuali keridhaan Allah. Kondisi ini akan
memperkuat konsistensi pelaksanaan kebaikan tersebut di masa mendatang dalam
kondisi apapun.
Paket
kebaikan yang dibiasakan dalam bulan ramadhan ini sangat banyak. Hadits Nabi
menganjurkan amal shalih dan akhlah yang baik (karimah) agar dilaksanakan dalam
bulan ini dengan janji pahala yang berlipat ganda. Orang berpuasa diingatkan
untuk tidak berbohong, dengki, mencela dan mengadu domba karena hanya akan
menghilangkan pahala puasa. Orang puasa juga didorong untuk berempati lebih
terhadap sesama dengan menunaikan zakat dan memperbanyak shadaqah dan infaq.
Bahkan terhadap provokasi pun, para shaaimin ini dianjurkan untuk tidak
terpancing dan merespons secara bijak, Inni
Shaaim. Sungguh Ibadah Ramadhan merupakan sebuah pembiasaan terhadap
perilaku hidup yang baik dan jika diteruskan secara konsisten akan membentuk
karakter baru yang dinamakan dengan karakter taqwa.
Poros Ramadhan dan
Kemakmuran
Allah
SWT berfirman pada Surat Al A’raf ayat 96, “ Seandainya penduduk suatu negeri
beriman dan bertaqwa, maka akan kami bukakan kepada mereka keberkahan yang berasal
dari langit dan bumi.”. Jelas, iman dan taqwa merupakan fondasi dari sebuah
masyarakat yang dikaruniakan keberkahan atau produktifitas dan pada gilirannya
akan membawa kepada kemakmuran. Apabila Ibadah Ramadhan kita secara kolektif kemasyarakatan
dilaksanakan secara sungguh-sunguh (imaanan wa ihtishaban), maka masyarakat
kita mempunyai fondasi kokoh untuk menjadi makmur.
Para
ahli pembangunan mempelajari mengapa ada negara makmur dan negara terbelakang.
Kesimpulan yang didapat dari berbagai riset adalah sebuah negara akan makmur
jika memiliki sebuah institusi penyelenggaraan negara yang adil dan menjamin
kebaikan selau menang atas kejahatan. Intelektual Muslim Rahman dan Askari dari
The George Washington University, Amerika Serikat melakukan penyusunan indeks
penerapan prinsip Islam dalam pengelolaan negara (Islamicity Index) dan menemukan relasi positif antara penerapan
prinsip Islam (iman dan taqwa) dengan negara yang makmur. Bahkan menurut
mereka, banyak negara yang mayoritas berpenduduk muslim dan/atau menisbatkan
diri sebagai negara Islam tidak konsisten menerapkan prinsip kenegaraan Islam.
Berbagai
ayat dalam Al Quran menukilkan karakter ketaqwaan. Al Maidah ayat 8 mengatakan
keadilan adalah kerabat ketaqwaan. Surat Al Imran ayat 134-135 menjelaskan
ciri-ciri masyarakat bertaqwa yaitu yang selalu melakukan redistribusi kekayaan,
mampu mengelola emosi dan cenderung kepada perdamaian serta tidak pernah
mengulangi kesalahan (learning society). Bukankah ciri taqwa diatas merupakan
ciri masyarakat adil, maju, damai dan berdaya saing?.
Merujuk dari betapa
strategisnya nexus atau poros Ramadhan dan keberhasilan tugas kekhalifan untuk
memakmurkan bumi, sudah seharusnya setiap dari kita bahkan pemerintah dapat
memanfaatkan kesempatan Ramadhan ini untuk melakukan akumulasi kapital atau determinan
kemakmuran melalui berbagai instrumen kebijakan. Karena keimanan dan ketaqwaan
yang diperoleh dari Ibadah Ramadhan tidak hanya mempunyai konsekuensi positif
di akhirat, namun segera akan berwujud keberhasilan pembangunan yang dapat kita
nikmati di dunia ini. Wallahu’alam
bisshawab.
Di Publikasikan di Rubrik Ramadhan Mubarak Serambi Indonesia, Senin 21/7/2014