Senin, 21 Juli 2014

Nexus Ramadhan dan Kemakmuran

http://www.muftizubair.co.za/
Jika kita memerhatikan ayat 183 dalam surat Al Baqarah yang bermakna, “ Wahai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan (puasa tersebut) kepada kaum-kaum sebelum kamu. Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa”, maka kita melihat sebuah transformasi yang diinginkan oleh Allah dengan disyariatkan puasa ini. Transformasi tersebut berwujud peningkatan kualitas manusia dari karakter iman menjadi karakter taqwa.

Pembentukan atau peningkatan karakter tidak terjadi dengan sendirinya. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh Ibnu Mas’ud ra, “ Bahwa kejujuran membawa kepada kebaikan dan syurga Allah dan jika seseorang selalu membiasakan diri dengan berlaku jujur, maka Allah akan menyematkan jujur tersebut sebagai karakternya” (Muttafaqun alaih). Senada dengan hal tersebut, Aristotle pernah mengatakan, “ We are what we repeatedly do. Excellence, then, is not an act, but a habit”.  Kira-kira statement diatas berarti bahwa kita adalah apa yang sering kali kita lakukan. Karena itu, karakter keunggulan bukanlah sebuah tindakan tetapi merupakan kebiasaan.

Pembentukan kebiasan inilah sejatinya yang diresepkan Allah melalui Ibadah Ramadhan. Allah menghilangkan halangan dan memberikan berbagai insentif agar manusia mukmin dapat secara mudah dan kontinyu selama sebulan penuh membentuk kebiasan baru yang bernama taqwa. Dalam Bulan Ramadhan, syaithan dibelenggu sehingga intensitas gangguan terhadap usaha pembentukan karakter ini berkurang. Sebuah hadits Qudsi menyatakan bahwa ibadah puasa adalah satu-satunya ibadah dimana pahalanya (reward) langsung diberikan oleh Allah SWT sehingga puasa akan melatih kejujuran dan lepas dari topeng kemunafikan karena Allah Maha Tahu tentang apa yang ada dalam hati orang yang berpuasa. Selama sebulan penuh, hati kita dibiasakan untuk dapat melakukan fitrah kebaikan tanpa pamrih kecuali keridhaan Allah. Kondisi ini akan memperkuat konsistensi pelaksanaan kebaikan tersebut di masa mendatang dalam kondisi apapun.

Paket kebaikan yang dibiasakan dalam bulan ramadhan ini sangat banyak. Hadits Nabi menganjurkan amal shalih dan akhlah yang baik (karimah) agar dilaksanakan dalam bulan ini dengan janji pahala yang berlipat ganda. Orang berpuasa diingatkan untuk tidak berbohong, dengki, mencela dan mengadu domba karena hanya akan menghilangkan pahala puasa. Orang puasa juga didorong untuk berempati lebih terhadap sesama dengan menunaikan zakat dan memperbanyak shadaqah dan infaq. Bahkan terhadap provokasi pun, para shaaimin ini dianjurkan untuk tidak terpancing dan merespons secara bijak, Inni Shaaim. Sungguh Ibadah Ramadhan merupakan sebuah pembiasaan terhadap perilaku hidup yang baik dan jika diteruskan secara konsisten akan membentuk karakter baru yang dinamakan dengan karakter taqwa.

Poros Ramadhan dan Kemakmuran
Allah SWT berfirman pada Surat Al A’raf ayat 96, “ Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, maka akan kami bukakan kepada mereka keberkahan yang berasal dari langit dan bumi.”. Jelas, iman dan taqwa merupakan fondasi dari sebuah masyarakat yang dikaruniakan keberkahan atau produktifitas dan pada gilirannya akan membawa kepada kemakmuran. Apabila Ibadah Ramadhan kita secara kolektif kemasyarakatan dilaksanakan secara sungguh-sunguh (imaanan wa ihtishaban), maka masyarakat kita mempunyai fondasi kokoh untuk menjadi makmur.

Para ahli pembangunan mempelajari mengapa ada negara makmur dan negara terbelakang. Kesimpulan yang didapat dari berbagai riset adalah sebuah negara akan makmur jika memiliki sebuah institusi penyelenggaraan negara yang adil dan menjamin kebaikan selau menang atas kejahatan. Intelektual Muslim Rahman dan Askari dari The George Washington University, Amerika Serikat melakukan penyusunan indeks penerapan prinsip Islam dalam pengelolaan negara (Islamicity Index) dan menemukan relasi positif antara penerapan prinsip Islam (iman dan taqwa) dengan negara yang makmur. Bahkan menurut mereka, banyak negara yang mayoritas berpenduduk muslim dan/atau menisbatkan diri sebagai negara Islam tidak konsisten menerapkan prinsip kenegaraan Islam.

Berbagai ayat dalam Al Quran menukilkan karakter ketaqwaan. Al Maidah ayat 8 mengatakan keadilan adalah kerabat ketaqwaan. Surat Al Imran ayat 134-135 menjelaskan ciri-ciri masyarakat bertaqwa yaitu yang selalu melakukan redistribusi kekayaan, mampu mengelola emosi dan cenderung kepada perdamaian serta tidak pernah mengulangi kesalahan (learning society). Bukankah ciri taqwa diatas merupakan ciri masyarakat adil, maju, damai dan berdaya saing?.


Merujuk dari betapa strategisnya nexus atau poros Ramadhan dan keberhasilan tugas kekhalifan untuk memakmurkan bumi, sudah seharusnya setiap dari kita bahkan pemerintah dapat memanfaatkan kesempatan Ramadhan ini untuk melakukan akumulasi kapital atau determinan kemakmuran melalui berbagai instrumen kebijakan. Karena keimanan dan ketaqwaan yang diperoleh dari Ibadah Ramadhan tidak hanya mempunyai konsekuensi positif di akhirat, namun segera akan berwujud keberhasilan pembangunan yang dapat kita nikmati di dunia ini. Wallahu’alam bisshawab.

Di Publikasikan di Rubrik Ramadhan Mubarak Serambi Indonesia, Senin 21/7/2014